ME...

ME...
MUSCAT-OMAN 2005

Rabu, 26 Agustus 2009

Shalat Witir Dua Kali Dalam Satu Malam

Beberapa orang menanyakan kepada saya tentang pelaksanaan shalat Witir di mana ada anjuran untuk melaksanakannya sebelum kita tidur, di waktu yang sama ada juga perintah menjadikan witir sebagai akhir shalat malam kita. Bagaimana jika seseorang telah melaksanakan shalat Witir sebelum tidur, dan ketika bangun malam saya hendak melaksanakan shalat malam, apakah ia harus shalat Witir lagi?

Hadis tentang anjuran melaksanakan shalat Witir sebelum tidur ini, terdapat dalam riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah,
أَوْصَاني خَلِيْلِيْ بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتىَّ أَمُوْتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَصَلاَةِ الضُّحىَ وَنَوْمٍ عَلىَ وِتْرٍ
"Aku (Abu Hurairah) mendapat pesan dari Rasulullah tiga perkara yang tidak akan aku tinggalkan sampai aku meninggal; (yaitu) Puasa tiga hari pada tiap bulan, (melaksanakan) shalat Dhuha, dan tidur dalam keadaan (telah melaksanakan shalat) Witir".

Anjuran yang sama juga disampaikan oleh Rasulullah kepada Abu Darda' ra. dan Abu Dzar ra.

Sementara hadis tentang perintah melaksanakan shalat Witir sebagai penutup shalat malam, terdapat dalam riwayat muttafaq ‘alayh dari Ibn Umar ra.,
اجْعَلُوْا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِالَّّليْلِ وِتْرًا
"Jadikanlah shalat Witir sebagai akhir (penutup) shalat malam kalian"

Berdasarkan dua hadis di atas dapat disimpulkan bahwa kita boleh melaksanakan shalat Witir di awal malam, yaitu sebelum kita tidur, atau di akhir malam sebagai penutup shalat malam kita. Yang demikian ini sesuai dengan ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana terdapat dalam hadis riwayat Muslim dari Jabir ra.,
مَنْ خاَفَ أَنْ لاَ يَقُوْمَ مِنْ آخِرِ الَّليْلِ فَلْيُوْتِرْ أَوَّلَهُ وَمَنْ طَمَعَ أَنْ يَقُوْمَ آخِرَهُ فَلْيُوْتِرْ آخِرَ الَّليْلِ فَإِنَّ صَلاَةَ آخِرِ الَّليْلِ مَشْهُوْدَةٌ وَذَلِكَ أَفْضَلُ
"Siapa yang khawatir tidak dapat bangun pada akhir malam, maka hendaknya ia melaksanakan shalat Witir di awal malam. Dan siapa yang merasa mampu bangun pada akhir malam, maka hendaknya ia melaksanakan shalat Witir pada akhir malam, karena shalat pada akhir malam itu 'masyhudah' (disaksikan oleh malaikat), dan yang demikian itu lebih baik."

Rasulullah terkadang melaksanakan shalat Witir pada awal malam, juga pada pertengahan malam, dan seringkali beliau melaksanakannya pada akhir malam sebagai penutup shalat malam, demikian keterangan dari Ali bin Abu Thalib sebagaimana disebutkan dalam ¬Musnad Ahmad.

Abu Dawud meriwayatkan hadis dari Abu Qatadah, sesungguhnya Rasulullah bertanya kepada Abu Bakar, "Kapan engkau melaksanakan shalat Witir?", Abu Bakar menjawab pada awal malam. Kemudian Rasulullah menanyakan hal yang sama kepada Umar bin al-Khathab, yang dijawab bahwa ia melaksanakan shalat Witir pada akhir malam. Rasulullah kemudian bersabda,
فَقاَلَ لأَبي بَكْرٍ أَخَذَ هَذَا بِالحَزْمِ وَقَالَ لِعُمَرَ أَخَذَ هَذَا بِالْقُوَّةِ
"Orang ini (maksudnya Abu Bakar) mengambil (waktu pelaksanaan shalat Witir) dengan kebijaksanaan, dan orang ini (maksudnya Umar bin al-Khathab) mengambil dengan kekuatan"

Permasalahan yang muncul adalah jika seseorang telah melaksanakan shalat Witir sebelum tidur, kamudian pada malam harinya ia hendak melaksanakan shalat malam, apakah anda masih dianjurkan menutup shalat malam dengan Witir? Jikalau ia melaksanakan Witir lagi pada akhir shalat malamnya, sebagai penutup ibadah shalat malam, maka ia telah melaksanakan perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, namun ia telah "menggenapkan" shalat Witirnya.. Sebaliknya ketika ia tidak melaksanakan Witir di akhir shalat malamnya, maka ia tetap "menjaga" Witirnya, tetapi anda tidak melaksanakan perintah Rasulullah untuk menutup ibadah shalat malam dengan Witir.

Ibn Qudamah dalam kitab al-Mughny (II/597-599) menerangkan bahwa orang yang telah melaksanakan Witir (pada awal malam), lalu ia bangun malam dan melaksanakan shalat malam, maka disunahkan baginya melaksanakan shalat sunat dua raka't dua raka'at, tanpa membatalkan Witirnya. Artinya ia tidak usah melaksanakan shalat Witir di awal ibadah shalat malamnya, dan melaksanakan shalat Witir lagi di akhir shalat malamnya sebagai penutup.

Pendapat ini dipegang oleh banyak shahabat seperti Abu Bakar, 'Ammar bin Yasir, Sa'ad bin Abi Waqash, Abu Hurairah, Ibn Abbas (dalam salah satu pendapatnya), dan Ummul Mukminin Aisyah. Dari golongan ulama banyak juga yang berpendapat demikian, seperti Malik bin Anas, al-Hasan al-Bashry, 'Alqamah, Said bin al-Musayyab, al-Syafi'I, Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, al-Auza'iy, dan Qadhi 'Iyadh.
Al-Tirmidzi meriwayatkan hadis dari Thalq bin Ali, sesungguhnya beliau pernah mendengar Rasulullah bersabda,
لاَ وِتْرَانِ فيِ لَيْلَةٍ
"Tidak ada dua Witir dalam satu malam",
Al-Tirmidzi menilai hadis ini hasan.

Abu Bakar pernah berkata, "Adapan diriku, maka sungguh aku tidur, dan ketika aku terbangun, maka aku shalat dengan (raka'at) genap sehingga masuk waktu shubuh" (al-Mughny II/598). 'Ammar bin Yasir juga berkata demikian (Tuhfah al-Ahwadzy II/470).

Beberapa shahabat seperti Ali bin Abu Thalib, Usamah, Umar bin al-Khathab, Utsman bin 'Affan, Ibn Umar, Ibn Abbas (dalam salah satu riwayat darinya), dan Ibn Mas'ud, serta beberapa ulama seperti Ishaq berpendapat bahwa orang tersebut hendaknya memulai shalat malamnya dengan satu rakaat guna menggenapkan shalat Witir yang telah dilaksanakannya pada awal malam (sebelum ia tidur), kemudian ia shalat malam dua raka'at dua raka'at dan menutupnya dengan shalat Witir. Pendapat kedua ini berpegang kepada sabda Rasulullah, "Jadikanlah shalat Witir sebagai akhir (penutup) shalat malam kalian".

Ibn Abbas pernah berkata, "Jika seseorang telah melaksanakan shalat Witir pada awal malamnya, kemudian ia berkehendak untuk melaksanakan shalat (tahajud) maka hendaknya ia menggenapkan Witirnya (dengan memulai shalatnya satu raka'at), kemudian ia melaksanakan shalat sunah sebanyak yang ia kehendaki, untuk kemudian ia menutupnya dengan shalat Witir" (Tuhfah al-Ahwadzy II/469). Ibn Umar juga melaksanakan hal yang sama, hal ini dijelaskan oleh putera beliau yang bernama Salim.

Tentang perbedaan ini, Ummul Mukminin Aisyah pernah berkata, "Orang-orang yang membatalkan Witirnya (yaitu memulai shalat malam dengan shalat satu rakaat) adalah orang-orang yang bermain-main dengan shalatnya". Yang senada juga diriwayatkan oleh Ibn Abbas, dan saat diberitahu bahwa Ibn Umar melaksanakan "penggenapan" Witir, beliau tidak merasa heran (menyalahkannya) dengan hal tersebut, seraya berkata, "Sesungguhnya Ibn Umar melaksanakan shalat Witir sebanyak tiga kali dalam satu malam. (Tuhfah al-Ahwadzy II/470).

Dari sini saya berpendapat bahwa kita boleh saja melaksanakan "penggenapan" Witir, yaitu yang memulai shalat malamnya dengan satu rakaat, kemudian melaksanakan shalat malam dua raka'at dua raka'at, dan mengakhirinya dengan shalat witir. Demikian juga kita dibenarkan untuk tidak melaksanakan "penggenapan" Witir, dan yang demikian itu bukan berarti kita tidak mematuhi perintah Rasulullah dalam sabda baliau, "Jadikanlah shalat Witir sebagai akhir (penutup) shalat malam kalian".

Demikian jawaban dari saya, semoga benar adanya.***