ME...

ME...
MUSCAT-OMAN 2005

Kamis, 03 Juni 2010

CANDA SANTRI: HUMOR YANG HALALAN THAYYIBAN


SEBUAH PENGANTAR

Saya memiliki asumsi bahwa dalam setiap komunitas masyarakat yang beranggotakan minimal dua puluh orang, pasti ada satu atau lebih orang yang lucu, humoris, dan menjadi pelawak bagi yang lain. Di waktu yang sama, ada juga orang yang judes, skeptis, menyebalkan dan tidak disukai mayoritas komunitas itu. Nampaknya hal ini merupakan sebuah sunnatullah yang menghendaki keseimbangan alam.

Asumsi ini sama sekali tidak berasal dari sebuah penelitian, atau data akademis yang dapat anda cari di perpustakaan. Asumsi ini muncul dari pengalaman hidup yang saya kira anda semua dapat memverifikasi ketepatannya.

Alhamdulillah, Allah telah menempatkan saya di pesantren selama 13 tahun. Mulai pesantren kecil yang hanya memiliki santri kurang dari empat puluh orang hingga pesantren yang jumlah santrinya ribuan sudah pernah saya kunjungi dan tempati. Pengalaman ini menguatkan asumsi saya tersebut.

Dunia pesantren memang penuh warna. Keragaman asal dan budaya santri memunculkan banyak hal termasuk keluguan dan kelucuan yang sering kali tidak disadari oleh santri itu sendiri. Dengan menggunakan perspektif humor, kemalangan nasib dan hal-hal yang biasa dialami santri bisa diangkat menjadi komoditas humor. Sebut saja Fauzan, seorang santri yang berasal dari Madura yang suatu sore ingin pergi ke pasar. Mobil angkutan umum yang dinaikinya saat itu penuh dengan ibu-ibu yang sedang ramai merumpi dan menggosip dengan menggunakan bahasa Madura. Merasa berasal dari suku yang sama, Fauzan memberanikan diri ikut nimbrung obrolan ibu-ibu itu.

"Sampeyan oreng Madureh (Anda orang Madura)?" tanya seorang ibu kepadanya
"Engkih (iya), bu!" jawab Fauzan dengan antusias.
"Sampeyan jualan sate di mana?" Tanya ibu itu lagi

Fauzanpun merasa sebal dan keki mendengar "tuduhan" bahwa dirinya penjual sate. Saat kejadian ini diceritakan, semua santri tertawa terpingkal tanpa ada satupun yang berempati.

Berhumor bukanlah sebuah dosa selama tidak disertai kebohongan dan kezaliman. Humor yang disertai pelecehan atau sesuatu yang bisa menyinggung perasaan orang lain tentu berakibat dosa. Berhumor merupakan salah satu mekanisme menghibur diri. Seorang shahabat Rasulullah (saya lupa namanya) pernah berkata, "Sesungguhnya hati jika dipaksa akan mati". Ada juga shahabat lain (yang saya juga lupa namanya) berkata, "Aku senantiasa menyempatkan diri untuk berguyon dan berhibur di sela peribadatanku kepada Allah".

Pernah seorang nenek mendatangi Rasulullah dan meminta beliau untuk mendoakan dirinya masuk surga. Dengan mimik serius, Rasulullah mengatakan bahwa di surga tidak ada nenek-nenek. Mendengar jawaban ini, sontak sang nenek menangis. Namun tidak lama waktu berselang, nenek tadi segera tertawa gembira setelah mendengar bahwa maksud ucapan Rasulullah tadi adalah tiap orang yang masuk surga akan menjadi muda kembali, termasuk dirinya. Kutipan ini terkoleksi dalam sebuah hadis (maaf, saya lupa perawinya)

Seorang teman (lagi-lagi maaf, yang ini juga saya lupa namanya) pernah berkata, "Lebih baik menjadi muslim yang humoris, dari pada menjadi orang fasiq yang selalu cemberut".

Maka, dari pada saya berpanjang lebar menyampaikan hal-hal-yang saya lupa sumber-sumbernya, lebih baik segera saya persilahkan anda untuk membaca buku kecil ini.

TELAH TERBIT, BUKU "CANDA SANTRI: HUMOR YANG HALALAN THAYYIBAN
Discount 10% selama masa promo.