ME...

ME...
MUSCAT-OMAN 2005

Jumat, 13 Agustus 2010

doa setelah shalat

***
عَلى هَذِهِ النِّيـَّةِ وعَلى كُلِّ نِيَّةٍ صَالِحَةٍ وإلىَ حَضْرَةِ الرَّسُوْلِ صلى الله عليه وسلم، الفاتحة
***
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رَبِّ العالميْنَ * حَمْدًا يُـوَافِيْ نِعَمَهُ ويُكافِئُ مَزِيْدَهُ * يا رَبَّناَ لكَ الْحَمْدُ كَما يَـنْبَغِيْ لِجَلالِ وَجْهِكَ الكرِيْمِ وعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ * سُبْحَانَكَ لا نُحْصِيْ ثَنَاءًا عَلَيْكَ أنْتَ كَما أثْنَيْتَ عَلىَ نَفْسِكَ * الَّلهُمَّ صَلِّ عَلى سَيِّدِنا محمدٍ وآلِهِ وصَحْبِهِ وسَلِّمْ * ربنَّـا ظَلَمْنَا أنْفُسَنَا وإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنا وتَرْحَمْنا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخاسِرِيْنَ * ربَّنَا اغْفِرْ لَنَا ولِإِخْوَانِنا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بالإِيْمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا ربَّنا إنَّكَ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ * ربنا هَبْ لَنا مِنْ أزْوَاجِنَا وَذُرِّيـَّاتِنا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إماماً * ربنا لا تُزِغْ قُلُوْبَنا بَعْدَ إذْ هَدَيْـتَنا وهَبْ لنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إنَّكَ أنْتَ الوَهَّابُ * اللهم أَصْلِحْ لَنا دِيْـنَناَ الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أمْرِناَ * وأصْلِحْ لَنا دُنْيَانا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنا * وأصلح لنا آخِرَتَنا التي إِلَيْهَا مَعادُنا * وَاجْعَلِ الْحَياةَ زِياَدَةً لَنا فِيْ كُلِّ خَيْرٍ * وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنا مِنْ كُلِّ شَرٍّ * ربناآتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار * وصَلَّى اللهُ على سيِّدِنا مُحَمَّدٍ وآلِهِ وصحْبِهِ وسَلَّمَ * سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ * وسَلامٌ عَلى
المُرْسَلِيْنَ * والحمد لله رب العالمين

Selasa, 10 Agustus 2010

Pemuda Itu Bernama Ibrahim

“Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim” (QS. Al-Syu’ara: 69)
Seorang pemuda diutus menjadi rasul kepada kaum paganis yang menyembah seorang raja lalim bernama Namrudz. Sebagai pribadi yang cerdas dan kritis (QS. al-Anbiya`: 51), pemuda ini mengamati penyimpangan akidah kaumnya, “Namrudz adalah manusia seperti kita. Kalau kita diperintahkan menyembahnya, lalu dia menyembah siapa?!”.
Sikap kritis pemuda ini terus berlanjut. Ia mengamati sebagian kaumnya menuhankan bintang, bulan, dan matahari selain penyembahan terhadap rajanya. Menurutnya, dalam pergantian siang dan malam, ketiga benda langit ini hilang tenggelam. “Kalau Tuhan hilang dan tenggelam, maka siapa yang akan mengatur alam semesta. Harus ada Tuhan yang menciptakan alam semesta, dan mengaturnya”. Ibrahim berfikir keras, “Kalaulah Tuhan tidak membimbingku, pasti aku akan tersesat dalam mencari kebenaran!”. (QS. al-An’am: 77).
Dakwah dilakukan semakin gencar. Pemuda ini memulainya dengan menyadarkan bapaknya dari penyembahan berhala, “Wahai bapakku, pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala sebagai Tuhan?! Sungguh aku melihatmu dan kaummu berada dalam kesesatan yang nyata” (QS. al-An’am: 74). “Wahai ayah, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak dapat mendengar, melihat, dan menolongmu sedikitpun?!” (QS. Maryam: 42). Pertanyaan yang sama juga ia tujukan kepada kaumnya (QS. al-Syura: 75).
Reformasi moral yang digulirkannya menuai protes dan ancaman. Bukan hanya dari mereka yang masuk golongan elit politiknya, kalangan grass root kaumnya juga menyatakan sikap penolakannya. “Apakah kalian hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia telah memberi petunjuk kepadaku?!...” (QS. Al-An’am: 80) sanggah si pemuda.
Pada suatu waktu kerajaan merayakan upacara. Sejarah tidak menjelaskan momentum acara dan bentuk perayaannya. Hanya saja dikisahkan bahwa seluruh rakyat berkumpul di suatu tempat untuk berpesat. Pemuda hanif (berakidah lurus) ini menolak ikut dengan alasan dirinya sedang sakit. Dan dialah satu-satunya orang yang menolak mengikuti upacara dan pesta itu. Ketika seluruh penduduk negeri riuh berpesta, si pemuda justru mengusung sebuah kapak besar dan menghancurkan seluruh berhala yang ada di tempat penyembahan. Ia hanya menyisakan satu berhala yang terbesar, sementara berhala-berhala lain yang kecil hancur tak berbentuk lagi. Kapak tadi kemudian dikalungkan di leher berhala terbesar yang masih tegak berdiri.
Pesta selesai, dan rakyat menuju ke tempat peribadatan. Namun, mereka terkejut saat mendapati berhala-berhala berguguran dengan kondisi yang mengenaskan.Yang tersisa hanyalah berhala terbesar dengan sebuah kapak di lehernya. “Apa mungkin berhala yang terbesar membunuh berhala-berhala lainnya karena merasa tersaingi?” Gumam mereka. “Tapi berhala-berhala ini hanyalah seonggok batu. Mana mungkin batu dapat bergerak. Mustahil rasanya benda-benda mati itu memiliki perasaan”. Instabilitas nasionalpun terjadi. Setelah dilakukan investigasi, aparat kerajaan berhasil menangkap seorang pemuda yang menjadi satu-satunya tersangka pelaku ”kejahatan melawan tuhan-tuhan”. Pemuda itu bernama Ibrahim. Usianya masih belasan tahun.
Ditangkap dan dibawa ke pengadilan, Ibrahim berkilah dari tuduhan. “Pelakunya adalah berhala yang terbesar. Kalian lihat bukti kejahatan ada padanya. Mengapa kalian tidak langsung menanyainya?”. Mereka yang hadir di persidangan tersentak kaget dengan jawaban Ibrahim. Mereka tertunduk malu karena sadar bahwa berhala tidak mungkin dapat berkata-kata dan berbuat apa-apa. “Mengapa kalian mau menyambah patung yang tidak dapat memberikan kalian manfaat dan madharat?!” cecar Ibrahim lagi. Dalam surat al-Anbiya` ayat 57 sampai 70 diceritakan proses penangkapan dan pengadilan Ibrahim:
Namrudz melihat keadaan yang tidak menguntungkan pihaknya, berinisiatif mendebat Ibrahim. Dengan sombong, Namrudz yang mengaku sebagai tuhan menyatakan bahwa dirinya dapat menghidupkan atau mematikan orang. Hal ini dilakukan dengan cara mendatangkan dua orang laki-laki, di mana yang satu dilepaskan sementara yang lainnya dipenggal kepalanya. Membebaskan orang dari pemenggalan kepala, artinya Namrudz telah memberinya kehidupan. Sementara menghukum mati orang, artinya sang raja telah mematikannya. Namun saat diminta memutar perjalanan matahari dari barat ke timur, Namrudz kelimpungan (QS. Al-Baqarah: 258).

Pemuda Sebagai Agent Of Change
Sejarah mencatat banyak perubahan dimotori oleh pemuda, dan bahwa kepemimpinan yang efektif ada di tangan pemuda. Dalam konteks Indonesia, peralihan orde kepemimpinan diinisiasi dan dipimpin oleh kaum muda. Pemerintahan menjadi tidak efektif ketika ada sosok pemimpin yang “menjadi tua” di kursi jabatannya.
Dengan caranya yang elegan, Ibrahim menunjukkan kebenaran di hadapan sistem otoriter dan penguasa sesat yang lalim. Ia menunjukkan sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap pemuda: Peduli dan berani mengubah keadaan buruk menjadi baik. Ibrahim mencontohkan kepada kita tugas dan tanggung jawab seorang pemuda terhadap bangsa, negara, dan Agamanya. “Sungguh ada suri tauladan yang baik bagi kalian pada Ibrahim …” (QS. Al-Mumtahanah: 4). Selamat Hari Sumpah Pemuda!