ME...

ME...
MUSCAT-OMAN 2005

Selasa, 21 Oktober 2008

Haji Esoteris

Haji menurut makna etimologis berarti berkehendak (al-qashd). Dan dalam terminologis syar’i-nya berarti berkehendak mengunjungi Baitullah untuk niat ibadah [M. Nawawi al-Bantani dalam Tausikh ’ala Ibn Qasim].

Haji yang disyariatkan pada tahun keenam hijrah [al-Malibary dalam Fath al-Mu’in], merupakan satu dari rukun Islam yang lima. Hal ini ditegaskan Rasulullah dalam sebuah Hadis,بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلىَ خَمْسٍ شَهاَدَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقاَمُ الصَّلاَةِ وَإيْتاَءُ الزَّكاَةِ وَالحَجُّ وَصَوْمُ رَمَضَانَ

“Islam didirikan atas lima (dasar); Persaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad merupakan Rasullah, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, haji, dan puasa pada bulan Ramadhan”. [muttafaq ’alaih dari Ibn Umar]

Shahabat Ibn Abbas pernah menyatakan bahwa siapa yang memiliki keyakinan bahwa haji tidak wajib, maka ia telah menjadi kafir, dan kewajiban haji bagi orang yang mampu melaksanakannya merupakan ijma’ (konsensus) umat Islam. [Ibn Qudamah dalam al-Mughni].

Rasulullah setelah diutus menjadi nabi dan rasul hanya pernah sekali melaksanakan ibadah haji dan empat umrah yang salah satunya dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan ibadah haji beliau. Keempat umrah Rasulullah dilaksanakan pada bulan Dzulhijjah, kecuali umrah yang dilaksanakan bersamaan dengan haji, yaitu saat haji Wada’ tahun 10 H [muttafaq ’alaih dari Anas bin Malik]. Namun demikian, sebelum diutus menjadi nabi dan rasul, beliau telah sering melaksanakan haji. [Al-Malibary]. Al-Imam Muslim meriwayatkan Hadis dari Qatadah,

سَأَلْتُ أَنَسًا: كَمْ حَجَّ رَسُوْلُ اللهِ؟ قَالَ حَجَّةً وَاحِدَةً وَاعْتَمَرَ أَرْبَعَ عُمَرٍ
“Aku bertanya kepada Anas bin Malik, “Berapa kali Rasulullah menunaikan haji?” ia menjawab: “Beliau berhaji satu kali dan berumrah empat kali”.

Dan saat ditanya oleh salah seorang shahabat, apakah haji wajib dilaksanakan setiap tahun, Rasulullah menjawab bahwa haji hanya wajib dilaksanakan sekali seumur hidup, “Seandainya aku menjawab iya (bahwa haji wajib dilaksanakan setiap tahun), maka akan menjadi sebuah ketetapan (untuk melaksanakan haji setiap tahun), dan kalian tidak akan mampu melaksanakannya” [HR. Muslim].

Dan bagi orang yang telah mampu berhaji hendaknya ia bersegera menunaikannya,
مَنْ أَرَادَ الحَجَّ فَلْيَتَعَجَّلْ
“Siapa yang berkehendak melaksanakan haji, hendaknya ia bersegera” [HR. Abu Dawud dan al-Hakim dari Ibn Abbas]

Mereka yang menunda-nunda haji padahal telah mampu melaksanakannya, maka mereka telah berdosa besar. Hal ini berdasarkan Hadis yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Tirmidzi dalam kitab Sunan-nya, مَنْ مَلَكَ زَادًا وَرَاحِلَةً تُبْلِغُهُ إِلىَ بَيْتِ اللهِ وَلَمْ يَحُجَّ فَلاَ عَلَيْهِ إِلاَّ أَنْ يَمُوْتَ يَهُوْدِياًّ أَوْ نَصْرَانِيًّا
“Siapa yang telah memiliki ongkos dan kendaraan yang bias mengantarkannya ke Baitullah, namun ia tidak (mau) berhaji, maka tidak ada dosa baginya kecuali ia (disuruh memilih antara) mati sebagai orang yahudi atau orang nashrani”.

Keikhlasan dalam Berhaji

Perintah ibadah Haji dalam al-Qur`an, di awali dan di akhiri dengan kata “lillâh”, yang menyiratkan nuansa keikhlasan dalam pelaksanaannya. Hal ini termaktub dalam al-Qur`an Surat Alu Imran ayat 97,...وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا ً…
“…Dan karena Allah (lillâh), haji wajib atas manusia, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah…”

Dan dalam al-Qur`an Surat al-Baqarah ayat 196,وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ...
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah (lillâh)…”

Keikhlasan dalam menunaikan rukun dan syarat haji, menjadi syarat diterimanya ibadah haji. Al-Imam al-Daylami pernah meriwayatkan Hadis dari Shahabat Anas bin Malik, bahwa Rasulullah pernah bersabda,يَأْتِيْ عَلىَ النََّاسِ زَمَانٌ يَحُجُّ أَغْنِيَاءُ أُمَّتِيْ لِلنُّزْهَةِ وَأَوْسَطُهُمْ لِلتِّجَارَةِ وَفُقَرَاؤُهُمْ لِلْمَسْئَلَةِ وَقُرَّاؤُهُمْ لِلسُّمْعَةِ وَالرِّياَءِ
“Akan datang masa pada umatku, di mana kaum kaya dari umatku beribadah haji untuk bertamsya, kaum menengah mereka beribadah haji untuk berniaga (kepentingan bisnis), kaum faqir mereka beribadah haji untuk meminta-minta, dan kaum terpelajar mereka berhaji untuk pamer dan riya” [HR. al-Daylamy dari Anas bin Malik]

Mereka yang beribadah haji, akan mendapatkan balasan sesuai dengan niat dan orientasinya. Keikhlasan seseorang yang berarti ia beramal semata-mata karena Allah, akan mendapatkan balasan atas perbuatannya berada di sisi Allah berupa pahala dan keridhaan-Nya. Dan ketika amal ibadah tidak berangkat dari keikhlasan hati, maka orientasi duniawi yang melatarbelakangi semua ibadah, termasuk ibadah haji tentunya, akan menjadi balasan bagi amalnya. Sementara itu, Allah yang tidak ‘menjadi tujuan dari amalnya, tentu tidak menyediakan balasan apa-apa atas perbuatan-perbuatan tersebut.

Haji Esoteris
Dalam banyak Hadis diterangkan betapa besar pahala ibadah haji yang mabrur. Misalnya Hadis yang diriwayatkan dari Shahabat Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah pernah bersabda,
الحَجُّ المَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةَ
“Haji Mabrur tidak ada balasananya kecuali surga” [HR. Ahmad]

Dan dalam Hadis lain, diterangkan bahwasanya orang yang hajinya mabrur, maka semua dosanya akan dihapus, sehingga diilustrasikan seperti halnya bayi yang baru terlahir di dunia.
مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Siapa yang haji, dan tidak berbuat perbuatan yang sia-sia dan perbuatan kefasikan, maka ia akan kembali (bersih dari dosa) seperti (bayi) pada hari dilahirkan oleh ibunya” [HR. Al-Bukhari]

Dalam al-Qur`an Surat al-Zukhruf ayat 71 diterangkan bahwa semua kenikmatan yang terlintas dalam benak manusia, sesungguhnya kenikmatan surga lebih baik dan lebih sempurna,
يُطَافُ عَلَيْهِمْ بِصِحَافٍ مِنْ ذَهَبٍ وَأَكْوَابٍ وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الْأَنْفُسُ وَتَلَذُّ الْأَعْيُنُ وَأَنْتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ.
"Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya."

Namun demikian, orang yang berhaji mabrur akan memasuki surga ‘sendirian’. Berbeda dengan orang yang mau merawat anak yatim, atau membiayai pendidikannya, maka ia dijamin oleh Rasulullah masuk surga bersama beliau. Dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan dari Ummul Mukninin Aisyah,أَناَ وَكاَفِلُ الَيتِيْمِ فِي الجَنَّةِ كَهاتَيْنِ وَجَمَعَ بَيْنَ السَّبَابَةِ وَالوُسْطَى
“Aku (Rasulullah) dan orang yang merawat anak yatim di surga (berdekatan) seperti dua jari ini. Dan beliau menggabungkan antara jari telunjuk dan jari tengahnya” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Daylamy, diterangkan bahwa diterangkan bahwa orang yang terakhir masuk ke dalam surga, yaitu orang mukmin yang terakhir kali diangkat dari neraka setelah ia dibersihkan dari dosa-dosanya, ia mendapat surga yang luasnya sepuluh kali lipat dari dunia ini. Surga yang demikian tersebut adalah surga yang kelas ‘emperan’, kelas paling ekonomis.

Ketika surga ‘kelas emperan’ sedemikian luas dan hebat, maka surga yang akan ditempati Rasulullah tentu lebih bagus dan lebih luhur, yang jika dianalogikan dengan hotel, maka surga yang ditempati Rasulullah adalah president suite dari hotel berkelas diamonds.
Jika anda tertarik bersama Rasulullah di surga kelas super super super VIP, kalau sudah pernah berhaji, maka tidak usah berhasrat pergi ke Mekkah lagi untuk berhaji, selain membuat ‘sumpek’ Arafah dan Mina, uang ONH-nya bisa disumbangkan ke panti asuhan anak yatim, Dompet Dhu’afa, atau ke lembaga sosial lainnya yang akuntabel. Di sini artinya anda telah melaksanakan haji sosial.

Rasulullah yang menjadi teladan kita, setelah berhijrah, beliau hanya sekali menunaikan haji. Allah A’lam.

Tidak ada komentar: