ME...

ME...
MUSCAT-OMAN 2005

Selasa, 21 Oktober 2008

Otarki: Menanami Lingkungan Dan Penghijauan Pekarangan

Otarki identik dengan Jepang. Keterbatasan tanah yang dapat ditanami serta etos kemandirian yang dimiliki penduduk negeri sakura, menjadikan otarki sebagai kultur yang terlembagakan dengan baik dari generasi ke generasi.

Dalam pengertian yang sederhana, otarki dipahami sebagai budaya menanami pekarangan rumah dengan tanaman-tanaman yang produktif, termasuk di dalamnya tanaman obat-obatan. Di Jepang, otarki juga dilakukan dengan media pot. Hasilnya, penduduk jepang relatif lebih berswa semabada pangan di bandingkan Indonesia.

Indonesia yang diberkati kekayaan alam yang berlimpah, perlu "mengimpor" budaya ini. Karena kita memiliki laut yang mengandung hasil laut yang hampir tidak terbatas, di mana tanpa harus melakukan budi daya perikanan, kebutuhan ikan, udang, teripang dan sebagainya seharusnya dapat terpenuhi. Di daratan, potensi alam negeri ini juga tidak kalah melimpah. Banyak tanaman lokal seperti umbi-umbian, rempah-rempah dan makanan pokok sehari-hari dapat tumbuh dengan sendirinya. Namun nyatanya kita belum berswa sembada pangan. Kita masih perlu mengimpor beras dari Vietnam, bahkan kita pernah menjual kapal buatan PT DI (IPTN) dengan pembayaran berupa tepung. Dan rasanya kita perlu mengurut dada, mengingat bahwa untuk memenuhi kebutuhan garam, kitapun masih harus mengimpor dari luar negeri.

Luas pekarangan rumah dan tanah kosong yang dimiliki mayoritas masyarakat Indonesia belum tergarap dengan maksimal. Untuk pekarangan rumah yang luasnya 1 x 2 meter, seseorang dapat menanam 1 pohon terong yang merambat, 1 pohon kunyit, 1 pohon jahe, 3 pohon cabai, 1 pohon tomat, 1 pohon lengkoas yang masing-masing ditanam dalam pot ukuran sedang. Kemudian sebagai penyejuk, silahkan dia memilih pohon belimbing, rambutan, mangga, jambu air, jambu batu, atau pohon lain yang buahnya berukuran kecil atau sedang. Ia pun masih dapat menambah 1 pohon pepaya di pojok pekarangan. Dengan demikian, pekarangan rumah yang mungil tadi dapat memenuhi kabutuhan pangan, paling tidak sambal terong untuk pelengkap lauk nasi, sekaligus rempah untuk membuat obat-obatan alternatif bagi penyakit ringan seperti gatal-gatal, masuk angin, dan flu.

Untuk mendapatkan benih cabai, tomat, dan pepaya, kita cukup menjemur biji-biji buah tersebut selama satu hari, untuk kemudian disebar di tanah (atau pot). Untuk menanam terong, jahe, dan langkoas, kita cuma perlu menanamnya dalam tanah. Selanjutnya, kita menyiraminya jika hujan tidak turun. Tanpa pupuk dan perawatan yang rumit, pohon-pohon itu dapat tumbuh dengan baik, dan memberikan hasil yang tidak terputus oleh musim.

Orang-orang tua kita sudah mengingatkan, bahwa semisal besok kiamat datang, dan di tangan kita ada satu benih papaya, maka hendaknya kita menanamnya. Apa yang kita tanam, terkadang tidak kita nikmati hasilnya, namun demikian, orang setelah kita akan bersyukur kepada kita atas "warisan" tanaman yang kita tinggalkan. Nabi Muhammad shallalahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, Apabila seorang muslim menanam, kemudian tanaman itu dimakan burung, manusia, ataupun hewan, maka itu sudah termasuk sedekah (HR. Bukhari dan Muslim)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Terima kasih atas infonya...
Sangat bermanfaat...