ME...

ME...
MUSCAT-OMAN 2005

Selasa, 21 Oktober 2008

Shadaqah Dan Pertambahan Harta

"Tidak akan berkurang harta sebab shadaqah" (HR. al-Tirmidzi)



Shadaqah yang dimaksudkan beliau di sini adalah zakat, dan memang penggunaan kata shadaqah untuk arti zakat, digunakan juga dalam al-Quran surat al-Taubah ayat 60, "Sesungguhnya shadaqah-shadaqah (zakat-zakat) itu, hanyalah untuk orang-orang fakir..."

Sungguh pun demikian, banyak juga ulama yang mengartikan shadaqah di sini meliputi infaq, shadaqah, dan wakaf. Artinya penggunaan kata shadaqah tidak terbatas hanya pada zakat.

Penjelasan sabda Rasulullah pada hadis "Tidak akan berkurang harta dengan shadaqah" banyak sekali. Di sini kita akan coba menerjemahkannya secara kuantitatif dan kualitatif dari sisi keuangan dan perbankan.

Secara kuantitatif, dana yang kita keluarkan dalam bentuk zakat dan shadaqah tidak berkurang dapat dibuktikan dengan memakai kerangka akuntansi.

Dalam akuntansi kita mengenal harta lancar (current asset) dan harta tetap (fixed asset). Dan kategori harta yang paling lancar adalah uang tunai atau uang di bank. Jika anda memiliki uang Rp. 1.000.000 kemudian anda belanjakan Rp. 25.000, maka anda akan merasakan uang anda di saku berkurang dan tersisa 97,5 persen. Secara akuntansi, istilah 'hilang' sesungguhnya tidak terlalu tepat, tetapi yang tepat adalah perpindahan harta dari pos harta lancar ke pos biaya atau pengeluaran.

Dalam kaitannya dengan infaq dan zakat, hilangnya dana sebesar Rp. 25.000 akan dicatat oleh Allah Ta'ala bukan di pos biaya, melainkan di sisi Aset dalam jumlah yang beratus-ratus kali lipat. Analogi ini akan lebih jelas lagi jikalau Rp. 25.000 tadi anda tabung.

Menabung di dunia, bunganya hanya 18 sampai 20 persen setahun, itu pun jikalau banknya sehat dan tidak dilikuidasi. Berbeda jikalau menabung pada Allah Ta'ala, bunga atau bagi hasilnya adalah 700 persen, atau bahkan lebih, maka total harta lancar anda akan bertambah, bukannya berkurang.

Kemudian ada perbedaan dalam soal jatuh tempo pencairan. Jika anda menabung di bank, maka jatuh tempo pengambilannya, kalau deposito mungkin enam bulan atau setahun sekali, dan kalau obligasi mungkin 10 sampai 20 tahun. Sedangkan investasi kepada Allah Ta'ala diambil ketika kita berpulang kepadanya nanti, mungkin seminggu, mungkin setahun, sepuluh tahun, atau bahkan bisa sehari lagi atau sejam lagi…(Ya Rabbi, 'tersenyumlah' kepadaku saat kita 'bertemu' nanti)

Penjelasan kedua adalah penjelasan secara kualitatif. Coba perhatikan surat Ibrahim ayat 7," Dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami (Allah Ta'ala) akan menambahkan (ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat Allah) maka sesungguhnya siksa-Ku sangatlah pedih".

Di sini Allah Ta'ala mengaitkan proses penambahan ni'mat dengan syukur, atau dalam bahasa statistiknya, ada positive correlation (hubungan yang positif) antara penambahan aset dan proses syukur yang salah satu manivestasinya adalah pengeluaran zakat, infaq, dan shadaqah.

Mungkin saja Allah Ta'ala sudah merencanakan rezeki tahap dua anda, namun pencairannya ditangguhkan sampai syukur, zakat dan infaq terjadi dahulu. Dan jika infaq dan zakat terjadi, maka turunlah rezeki tahap dua itu. Sebaliknya jika zakat dan infaq tidak terjadi, maka rezeki berikutnya pun tidak turun juga. Wallahu a'lam.***

(disadur dari BICARA, Bisnis Cara Rasulullah, Asuhan Syafi'i Antonio)



Saat ditanya tentang shadaqah dan zakat, Kyai Achid mengutip firman Allah Ta'ala pada Surat al-Baqarah ayat 276, Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.

"Banyak hikmah yang terkandung dalam ibadah shadaqah dan zakat" Jawab kyai Achid. "Selain tentunya berpahala, sebenarnya harta yang disedekahkan tidak berkurang melainkan berkembang, dan kita akan bertambah kaya" lanjut kyai.

"Kok bisa, harta yang diberikan ke orang lain, malah membuat kita kaya?" Kang Jamil bertanya.

"Memang secara matematis, harta yang kita sedekahkan memang berkurang, tapi sesungguhnya ia justru bertambah" Kyai Achid mulai menjelaskan.

"Ehm, maaf Kyai, matematis itu apa maksudnya?" Kang Jamil menyela

Kyai tersenyum, "Matematis maksudnya secara hitungan dzahir, seperti hitungan satu tambah satu sama dengan dua"

"Oo, begitu"

"Dengan bersedekah berarti kita telah beribadah, dan ibadah sesungguhnya adalah upaya kita untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala. Nah, siapa yang dekat dan dikasihi oleh Allah Ta'ala, maka hatinya akan penuh dengan ketenangan dan ketentraman, betul ndak Kang?!."

"Betul Kyai, orang yang dekat dengan Gusti Allah Ta'ala pasti tentrem dan nyaman hatinya" Mantap sekali kang Jamil menjawab.

"Nah, orang yang hatinya dipenuhi Allah Ta'ala dengan ketenangan, ia akan bekerja dengan penuh konsentrasi dan temenanan (bersungguh-sungguh). Dan hasil kerjanya pun menjadi baik dan sempurna".

"Maksud Kyai, hasil kerjanya akan Opotimal?!"

"Bukan opo timal, tapi optimal" Sambung kyai lalu tertawa sampai terlihat gigi serinya.

"Ayo, silahkan diminum tehnya, Kang Jamil"

"Inggih (iya) Pak Yayi, terima kasih" jawab kang Jamil lalu menyeruput tehnya.

"Semisal kita punya uang sepuluh ribu rupiah, terus lima ratus rupiah kita sedekahkan, dan empat ribu lima ratus rupiah kita belikan nasi di warung. Sisanya lima ribu rupiah kita tabungkan. Menurut Kang Jamil, berapa uang yang sebenar-benarnya milik saya?"

"Saya tahu, pasti uang yang benar-benar menjadi milik kita, adalah lima ratus rupiah yang kita sedekahkan" Jawab Kang Jamil dengan mantap.

"Kok bisa?!" Kyai Achid bertanya kembali.

"Karena uang lima ratus rupiah yang kita sedekahkan, akan kita dapatkan kembali di akhirat nanti, bahkan bukan hanya lima ratus rupiah, melainkan dilipatgandakan oleh Gusti Allah menjadi ribuan, atau bahkan jutaan. Adapun uang empat ribu lima ratus yang kita belikan makanan di warung, akan segera menjadi keringat dan kotoran. Dan sisa uang sebanyak lima ribu rupiah yang ditabungkan, akan menjadi milik ahli waris, sebab ketika kita meninggal, maka uang itu jelas-jelas tidak bisa kita bawa ke alam barzakh, jadi yang memilikinya adalah ahli waris kita".

"Ya, benar apa yang Kang jamil katakan" Kyai menimpalinya.

"Iya benar dong Kyai, kan Kyai juga yang mengatakannya saat pengajian di mushala, saya masih ingat kok, waktu kita mengaji kitab Taqrib kemarin lusa!"

Kyai kembali tertawa, kemudian mempersilahkan kang Jamil menyicipi Sukun goreng, dan meminum kembali tehnya. Lalu keduanya bergegas ke mushala, karena waktu shalat Isya' sudah hampir masuk. Dan tak lama kemudian, suara nyaring adzan kang Jamil, terdengar merdu terbawa hembusan angin, melewati dedaunan pohon randu yang rimbun tumbuh di sekeliling mushala, memanggil orang-orang yang mulai berdatangan ke mushala untuk melaksanakan shalat Isya' berjamaah.



Dalam Alquran Surat al-Baqarah ayat 268 diterangkan bahwa, Syaithan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan dan menyuruh kalian berbuat kejahatan (kikir); Sedang Allah menjanjikan untuk kalian ampunan dari-Nya dan karunia, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Juga dalam Surat al-Naba' ayat 39 Ia berfirman, Katakanlah, "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan baginya (siapa yang dikehendaki-Nya). Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.

Ketika seseorang memiliki kelapangan rezeki, dan ia enggan menafkahkannya untuk kepentingan Islam dan muslimin, dengan pertimbangan bahwa dengan menafkahkan rezeki, maka hartanya berkurang, maka sesungguhnya ia telah membenarkan syaitan, dan mendustakan Allah Ta'ala, karena syaitan merayunya untuk menjadi nritil dan pelit serta menakut-nakutinya dengan kemiskinan jika ia bersedekah, padahal Allah Ta'ala justru menjanjikan keberkahan dan kekayaan kepada siapa saja yang ikhlas bersedekah dan berderma.



Info Ringan:

Dalam banyak Hadis diterangkan betapa besar pahala ibadah Haji yang Mabrur. Misalnya al-Imam al-Thabrani dalam kitab al-Mu'jam al-Ausath II/198 dan al-Imam Ahmad dalam Musnad-nya meriwayatkan Hadis dari Shahabat Abu Hurairah yang menyatakan bahwa pahala Haji mabrur adalah surga.

Dan al-Imam al-Bukhari dalam kitab Shahih al-Bukhari II/553 meriwayatkan Hadis dari Shahabat Abu Hurairah bahwasanya orang yang hajinya mabrur, maka semua dosanya akan dihapus, sehingga diilustrasikan seperti halnya bayi yang baru terlahir di dunia.

"Tapi ia masuk surga sendirian" Demikian kata kyai Achied.

"Beda dengan orang yang mau merawat anak yatim, atau membiayai pendidikannya, maka ia dijamin oleh Baginda Rasulullah masuk surga bersama beliau". Tambah beliau, "Demikian keterangan dari Ibunda Aisyah, seperti yang disebutkan dalam Hadis riwayat al-Imam al-Haitsami dalam kitab Majma' al-Zawaid (VIII/160)".

"Kyai, surga Kandjeng Nabi seperti apa bagusnya?" Tanya kang Jamil.

"Di surga semua yang kita kehendaki dan kita hasrati tersedia, demikian keterangan yang terdapat dalam al-Quran Surat al-Zukhruf ayat 71. Bahkan semua kenikmatan yang mungkin terlintas di benak kita, sesungguhnya kanikmatan surga lebih baik, jauh lebih baik, juuaauuuh lebih baik". Jawab Kyai.

"Dalam Hadis riwayat al-Imam al-Daylami dalam kitabnya al-Firdaus bi Ma'tsur al-Khitab, diterangkan bahwa orang yang terakhir masuk ke dalam surga, yaitu orang mukmin yang terakhir kali diangkat dari neraka setelah ia dibersihkan dari dosa-dosanya, ia mendapat surga yang luasnya sepuluh kali lipat dari dunia ini, dan surga yang demikian tersebut adalah surga yang kelas emperan, kelas paling ekonomis. Lalu menurut sampeyan surga tempat tinggal Kandjeng Nabi seperti apa?", Tanya Kyai Achied.

"Tentu surga untuk Kandjeng Nabi jauh lebih luhur, lebih agung, lebih indah, lebih nyaman, lebih menyenangkan, lebih enak, lebih baik dan lebih nikmat. Pokoknya surga untuk Kandjeng Nabi pasti yang terbaik! Kelas super super super Vi Ai Pi, lah!". Jawab kang Jamil mantap.

"Nah, orang yang mau merawat anak yatim akan bersama beliau di surga kelas super super super VIP tersebut". Sambut Kyai.

"Jadi kita bisa dapet surga kelas super super super Vi Ai Pi, kalau kita mau merawat anak yatim Kyai?". Tanya kang Jamil lagi.

"Betul, demikian janji Kandjeng Rasul seperti yang disampaikan oleh Ibunda Aisyah". Jawab Kyai sambil tersenyum menyejukkan hati.

"Walaupun amal kebajikan kita sedikit?" Kang Jamil penasaran.

"Inggih, walau amal kebajikan kita sedikit, yang penting ikhlas dan Allah Ta'ala menerimanya". Jawab Kyai

Tidak ada komentar: